MNC : Pahlawan
atau Musuh ?
Kehadiran
perusahaan – perusahaan MNC (multinational
corporation) dalam sebuah negara tentu sudah tidak dapat dipungkiri lagi
terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Keberadaannya yang selalu
dipuja – puja membuat kita lupa akan keadaan yang sebenarnya. Betapa tidak,
pemerintah Indonesia sangat berbangga hati karena banyak perusahaan MNC yang
hadir di Indonesia yang katanya ikut membantu Indonesia dalam menambah lapangan
pekerjaan dan juga menopang perekonomian Indonesia. Tentu bagi kita yang sudah
tahu bagaimana wujud nyata perusahaan – perusahaan MNC yang ada di negara –
negara berkembang khususnya Indonesia, hal yang sedemikian rupa merupakan
sebuah fenomena yang sangat menyedihkan karena jika kita melihat kenyataan yang
ada yaitu eksploitasi alam dan buruh yang dilakukan oleh perusahaan –
perusahaan tersebut secara besar – besaran sungguh seharusnya mampu membuka
mata kita dari ketidaktahuan yang mampu menjerumuskan kita kedalam kebodohan.
Negara berkembang seperti Indonesia
memang benar tidak bisa menghindari keberadaan perusahaan – perusahaan MNC untuk
ikut mencampuri urusan perekonomian Indonesia tetapi setidaknya juga Indonesia
tidak harus berpura – pura untuk tidak mengetahui kekejaman dan kerugian yang
dialami negara ini. Contoh dekatnya adalah PT Freeport yang sebenarnya
pemerintah sendiri sudah mengetahui kerugian yang diterima Indonesia akibat
keberadaan perusahaan AS tersebut. Eksploitasi kekayaan alam Papua secara habis
– habisan mampu benar – benar memperlihatkan bahwa negara kita Indoesia adalah
negara terbodoh karena sudah mengetahui kerugian tetapi justru memperpanjang
kontrak karya sampai tahun 2041.
Selain
PT Freeport, masih banyak lagi perusahaan – perusahaan MNC lain yang sungguh
mampu membunuh bukan hanya perekonomian Indonesia tetapi bisa jadi membunuh
secara perlahan warga negara Indonesia yang bekerja sebagai buruh. Perusahaan yang
memproduksi barang – barang yang berlabelkan AS tersebut tak tanggung – tanggung berani
mengeksploitasi buruh Indonesia dengan memberikan pekerjaan hampir 24 jam penuh
bekerja dengan gaji yang sangat minim. Tentu bukan ini yang kita harapkan. Dan
bukanlah inilah yang namanya sebuah kemajuan. Justru keadaan ini adalah titik
awal kelumpuhan perekonomian Indonesia dan awal keruntuhan nilai – nilai sosial
serta budaya Indonesia.
Perusahaan
– perusahaan MNC seharusnya mampu membantu mengangkat industri – industri kecil
yang ada di Indonesia menurut penulis justru membunuh dan menghancurkannya
dengan sangat kejam. Sepertinya tidak ada sedikit pun kontribusi baik yang
diberikan oleh perusahaan – perusahaan tersebut kepada negeri ini. Tapi entah
kenapa pemerintah dan kebijakan yang ada justru membiarkan hal seperti ini
terjadi. Atau mungkin mereka para pengendali kebijakan adalah bagian dari
perusahaan – perusahaan tersebut sehingga bukan lagi negara yang harusnya
memberikan aturan main dan harus diikuti oleh MNC, tetapi justru aturan main
MNC – lah yang harus diikuti oleh negara dan warganya. Seperti disebuah
perusahaan yang ada di Jakarta. Kode etik yang biasanya terdapat dalam sebuah
perusahaan, hamper tidak pernah diperlihatkan dan diberlakukan sehingga
perusahaan mengeluarkan aturan dan ketentuan yang tidak sewajarnya dan tidak
mempertimbangkan nilai – nilai kemanusiaan bagi para buruh yang notabene adalah
warga negara Indonesia.
Mungkin
tidak semua perusahaan MNC berlaku curang terhadap negeri ini, ada beberapa
yang ikut membantu memberikan kontribusi mereka terhadap bangsa ini berupa
beasiswa kepada pelajar - pelajar Indonesia. Namun itu hanya sebagian kecil
dari banyaknya perusahaan MNC yang ada di Indonesia yang mampu menurunkan
optimisme kita terhadap kemajuan perekonomian, sumber daya manusia, maupun
kemajuan negara ini sehingga hal ini juga mengingatkan untuk tidak berlaku naif
walaupun kita sebagai bangsa yang terlahir dengan watak dan kepribadian yang
apa adanya dan selalu berprasangka baik terhadap orang lain, tentu pada situasi
ini kita harus memutar 180 derajat otak kita untuk memikirkan dan menganalisis
isu – isu yang menyangkut kesejateraan dan kelangsungan hidup bangsa ini.
Memang
benar adanya situasi ini merupakan kemajuan bagi kaum kapitalis. Dimana hanya
mereka yang memiliki modal besar yang mempu berkuasa bahkan mampu mengendalikan
perpolitikan suatu negara. Inilah yang terjadi di negeri tercinta Indonesia
dimana kesetaraan dan kepemilikan hak yang sama sebagai warga negara sudah
tidak ada lagi. Yang ada hanya perbedaan dan diskriminasi oleh mereka para kaum
borjuis terhadap kaum proletar. Dimana mereka yang kaya dan berkuasa bertambah
menjadi lebih berkuasa, dan mereka yang miskin justru semakin miskin dan tidak
berdaya. Bukan suatu hal yang baru tetapi justru ini adalah suatu kewajaran
bagi mereka yang percaya tentang adanya teori Marxisme yang mengatakan bahwa
pertumbuhan kapitalisme adalah suatu kemajuan bagi para pelaku – pelaku
perekonomian hal ini diperlihatkan dengan cara bagaimana kapitalisme mampu
menghancurkan hubungan produksi yang bahkan lebih eksploitatif dengan para
buruh – petani dalam kondisi yang menyerupai perbudakan (Jackson dan Sorensen,
1999 : 239).
Bagi
negara kesatuan seperti Indonesia yang dibangun dengan pondasi serba gotong
royong, keselarasan, satu jiwa, satu rasa, dan satu Indonesia tentu bukan ini
yang kita harapkan. Tetapi bagaimana lagi ketika nasi sudah menjadi bubur.
Perusahaan – perusahaan MNC pun sudah menjamur. Masyarakat Indonesia yang
bekerja sebagai buruh pun sudah menyandarkan diri mereka pada pada pundak yang
justru semu. Sehingga kita sebagai rakyat kecil hanya bisa tunduk pada aturan
mereka orang – orang yang berkuasa dan kaya yang justru melanggar aturan itu
sendiri. Aturan yang justru memperlihatkan kesenjangan dan perbedaan yang
sangat berarti serta memberikan batas pemisah yang nyata antarkelas sosial dan
juga ikut menentukan sikap politik yang bukan pro rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar